Wednesday, May 25, 2016

Foto Ber-background vs Foto tak Ber-background



Saat saya masih bertugas di divisi E-Marketing dulu, saya juga mengerjakan tugas antara lain merepresentasikan produk-produk untuk dipasang dalam website perusahaan. Dalam melakukan photo manipulation, saya banyak bekerja dengan kroping foto produk. Di mana saya harus mengganti background dengan warna putih plain, agar tampak lebih detail dan menarik ketika dipresentasikan, terutama di website.

Produk yang ditampilkan secara individual dalam background putih akan tampak menonjol dan tampak lebih detail, karena mata tidak akan “terganggu” oleh kondisi background. Ini terutama karena saya banyak bekerja untuk online shop dan online catalog, di mana kami HANYA bisa mengandalkan informasi yang dikirimkan secara visual dengan media internet. Berbeda dengan toko-toko fisik, di mana customer bisa langsung melihat, meraba dan meneliti barang secara langsung, di sini saya cuma bisa mengandalkan foto-foto visual barang yang sedetail mungkin saya presentasikan.

Sehingga sudah pasti, saya harus menyediakan INFORMASI selengkap mungkin, agar calon/para customer bisa membayangkan dan “merasakan” barang yang mereka taksir. Salah satunya dengan foto yang sedetail mungkin. Saya tidak mungkin dapat membiarkan mereka “missed” satu point informasi pun sehingga akan membuat mereka kecewa atau tak puas ketika mereka akhirnya menerima barang orderan mereka.

Keliatannya memang sepele ya :) tak banyak yang mau memperhatikan hingga ke sini. Well, sebenarnya kalau kita punya modal background yang bagus dan cocok, bisa saja kita tak usah membuangnya. Tapi kadang kondisi tidak memungkinkan. Kadang kita cuma bisa memanfaatkan garasi, misalnya, sebagai setting foto. Kayak saya :)) Ya tentu saja ya, garasi tak akan enak dipandang. Tak sedap sama sekali. Di sinilah saya merasa perlu untuk membuang background.

Singkatnya, coba bandingkan saja kedua foto di bawah ini.



Dengan background


Tanpa background


Sudah pasti foto barang tanpa background akan lebih enak dilihat, lebih enak dinikmati, lebih enak diteliti kan? Barangnya sendiri juga tampak lebih menarik pasti. Dibandingkan dengan foto ber-background apa adanya itu. Kalau misal bisa dapat background sih nggak masalah ya, abaikan saja tutorial ini.

Foto barang di atas pun itu saya kasih drop shadow doang dari tool yang ada di Photoshop. Jadi bukan shadow yang terlalu natural kalo menurut saya. Tapi itu pun sudah cukup memberikan “kedalaman” pada barang, hingga terlihat lebih “3 dimensi”.

Bandingkan lagi dengan beberapa foto berikut.


Writing set


Tribal mask


High dining set

Produk-produk dalam foto di atas merupakan produk yang dulu jadi makanan sehari-hari saya :))

Ketiganya saya pake shadows aslinya. Hanya backgroundnya saja saya hilangkan. Tapi selain foto di atas, ada juga yang saya menambahkan fake shadows, yaitu shadows yang saya buat sendiri senatural mungkin.

Contohnya seperti di foto berikut.

French Colonial seating set


Rencananya saya mau bikin tutorial photoshop step by step untuk menghasilkan foto-foto di atas… terbagi dalam beberapa seri posting ke depan :)

Coming soon! Keep updated ya ;) !

Wednesday, May 18, 2016

Brosur Saung Ibu Tomyam Kelapa

Apa order yang paling berat yang pernah saya terima?

Adalah membuat brosur atau daftar menu untuk gerai makanan. Bukan susah ngedesainnya, atau rumit gimana. Bukan. Tapi biasanya tugas kayak gini bikin saya setengah mati nahan iler. Haiah. :lol:

Tapi bener lho. Ini juga terjadi pas kemarin saya ngedesainin brosur untuk Saung Ibu Tomyam Kelapa.

Jadi ceritanya, klien saya ini, yang juga seorang blogger dan pemilik Saung Ibu Tomyam Kelapa, menghubungi saya dan minta dibuatkan brosur. Katanya sih, warungnya ada special offer selama bulan Ramadan nanti. Setelah saya interview sedikit, dan juga dikirimi materi berisi daftar menu dan foto-foto makanannya, maka saya mulai ngedesain.

Alternatif desain pertama seperti ini.



Sengaja bikin satu alternatif desain dulu. Karena dari hasil interview, saya sebenarnya masih belum terlalu mendapat gambaran penginnya kayak apa. Nah, setelah saya sodorin alternatif pertama ini, klien kemudian memberi tanggapan. Ternyata minta brosurnya bernuansa hijau. Oh iya, yang saya juga lupa menampilkan di desain pertama ini adalah, klien minta dikasih suasana puasa seperti ketupat atau masjid. Hahaha.

Kemudian desain kembali saya ulik. Tapi logika saya, puasa kan ketupat belum keluar ya. Masjid kayaknya lebih oke. Maka, saya pun mulai berburu referensi. Tiga desain selanjutnya yang saya ajukan, dua menampilkan siluet masjid, yang satu menampilkan sosok orang berdoa.





Dari tiga alternatif di atas, klien memilih alternatif ketiga dengan beberapa revisi lagi. Revisinya ringan, hanya memberi spasi di beberapa tempat aja, supaya lebih rapi. Setelah saya revisi, jadinya kayak gini.



Nah, sampai di sini, ternyata klien memberi tanggapan, bisa nggak masjidnya dibikin lebih jelas lagi? Namun karena beberapa pertimbangan, akhirnya kita coba memakai gambar masjid alternatif 1, tapi susunan alternatif desain 3. Langsung saya kasih tiga alternatif desain lain kayak gini.





Sampai di sini, ternyata tak juga membuat klien puas :)) Malah beliau ikut mencarikan gambar alternatif untuk background. Maka, muncullah desain yang ini.


  

Jujur, saya agak gimana gitu dengan desain di atas. Kacau :lol: hahahahaha. Ternyata klien juga merasakan hal yang sama. Kemudian klien meminta saya untuk mencoba layout landscape.

Dan, jadilah desain berikut ini.



Nah ya, kayaknya udah pas. Klien sepertinya juga sudah cukup puas. So, deal menggunakan desain terakhir ini :D

Lho, berarti lebih dari dua kali dong revisinya. Hahahaha, iya. Demi sebuah kepuasan pelanggan, kadang saya juga mentolerir hingga beberapa revisi dari dua revisi standar yang saya tetapkan. Tentu saja dengan berbagai pertimbangan :D

Total saya mengerjakan brosur ini dalam tiga hari, dan saya kerjakan hanya di malam hari. Sebenarnya saya sudah nego dari awal, bahwa untuk saat ini saya baru bisa mengerjakan pesanan desain pada weekend aja. Tapi ternyata klien butuh cepat. Jadi, ya udah, ayolah saya desainin :D

Kesulitan desain ini, adalah pada memilih font yang tepat malahan. Supaya bisa terlihat dengan jelas, meski media hanya separuh A4. Supaya mata nggak memicing-micing saat membacanya. Prinsipnya, brosur kayak gini kecenderungannya akan dibaca secara cepat oleh para target. Yang merasa tertarik, akan menyimpannya untuk kemudian dibaca ulang kembali.

Portfolio lain bisa dilihat-lihat di sini, untuk Term and Condition pemesanan desain bisa dilihat di sini.

Sampai ketemu lagi di ulasan portfolio selanjutnya ;)


Thursday, May 5, 2016

19 Fonts Script dan Brush-type Cantik untuk Handlettering



Hai!
Kebetulan saya ada proyek handlettering untuk kira-kira sebulan ke depan. Dan, saya pun kemudian melakukan beberapa riset mencari font-font cantik untuk didownload.
Karena meski namanya juga handlettering, yang harus kita lakukan dengan tangan, saya tetap saja membutuhkan model agar tulisan atau font yang saya lukis menjadi lebih presisi.

Dan, setelah menemukan font-font cantik ini, saya pun kemudian bingung untuk nge-bookmark. Bookmarker saya di browser udah sangat panjang berliku bak jalan kenangan yang dulu dilalui bareng mantan. Dipikir-pikir, mending saya taruh di sini supaya kapan-kapan bisa saya lihat lagi.

And here they are.

1. Marguerite - Download di sini

2. Mochary - Download di sini

3. Jonquilles - Download di sini

4. Chasing Embers - Download di sini

5. Bromello - Download di sini

6. Trashhand - Download di sini

7. Daydreamer - Download di sini

8. Bakery - Download di sini

9. Sophia - Download di sini

10. Sunbreath - Download di sini

11. Roomfer - Download di sini

12. Pennellino - Download di sini

13. Nightamore - Download di sini

14. Movus BrushPen - Download di sini

15. Brake a Leg! - Download di sini

16. Ruby Red - Download di sini

17. Swettiest - Download di sini

18. Art decor - Download di sini

19. Ink Stand - Download di sini


Nah, font-font di atas adalah free fonts yang bisa didownload via dafont. Ada beberapa source lain juga sih, tapi belum saya cek satu per satu.
Saya akan update lagi nanti kalau memang perlu untuk dicatat di sini, in part 2, 3 dan seterusnya :)

Selamat berkarya!

Monday, May 2, 2016

Logo Design - Green Living

Salah satu keunggulan produk Rumah Djawa (perusahaan di mana saya pernah bekerja dulu) adalah produk yang eco-friendly. Ini semua dibuktikan dengan beberapa sertifikasi yang sudah pernah didapatnya. Sertifikasi tersebut diberikan karena material kayu yang dipergunakan trace-able, dalam arti bisa dilacak dari pohon di hutan yang mana. Dan pada pohon yang ditebang itulah, ditanam bibit pohon baru.

Yes, itu semua bisa ditrace. Ada software khusus yang dikembangkan untuk itu, bahkan sudah dionline-kan dalam sebuah website yang bisa diakses oleh siapa pun. Cuma nggak tahu deh, setelah saya resign kayaknya webnya nggak terurus lagi :( *jadi sedih*

Anyway, saya nggak akan bahas mengenai konservasinya. Tapi saya mau bahas salah satu logo yang saya kerjakan dalam hubungannya dengan eco-friendly products ini.

Ada banyak logo yang saya bikin waktu itu, semuanya untuk penggunaan yang berbeda-beda.

Logo "Green Living" yang ini *kalau nggak salah ingat* akan dipergunakan di divisi interior dan arsitekturnya. Untuk menandai bahwa furniture yang mereka produksi ramah lingkungan. Jadi bukan produk furniture ekspornya, tapi di interior lokal. Iya, kalau nggak salah ingat. Karena seingat saya lagi, logo ini nggak jadi dipakai juga akhirnya. Karena apa ya? Lupa. :))  Dih, udah agak lama sih saya bikinnya ini. Bener-bener lupa deh. :D

Nah, awalnya *tentunya setelah brainstorming sama bos* saya corat coret aja untuk menemukan komposisi logo yang pas. Waktu itu pokoknya saya mengajukan konsep utamanya adalah tunas daun. Dominasi warnanya hijau tentu saja.

So, jadilah enam alternatif desain seperti ini. Iya, dulu saya pernah bisa langsung corat coret di corel. Sekarang? :)) entah ke mana skill saya itu. Kalau nggak digambar dulu di kertas nggak bisa nggaris XD
6 alternatif desain logo Green Living

Nah, dari keenam alternatif tersebut, bos saya memilih logo terbawah, tapi antara yang kanan dan kiri masih harus saya ulik. Saya olah lagi untuk menemukan komposisinya yang paling pas.

Begini hasil ulikan keduanya.

Alternatif logo Green Living  revisi 1

Kemudian, akhirnya alternatif desainnya menyusut jadi tiga di bawah ini aja.

3 alternatif desain logo Green Living revisi 2

Dan yang di-ACC adalah logo yang ini.
Logo Green Living Final

Ya, kalau jadi in-house designer emang biasanya jadi banyak bikin alternative design sebelum akhirnya disetujui :lol: Efek digaji bulanan kali ya. Hahaha.

Iya, sayangnya logo ini nggak sempet kepake. Nggak tahu deh kenapa. Lupa saya.

Portfolio lain bisa dilihat di sini ya. Kalau ada yang butuh desain corporate identity, term and condition bisa dilihat di sebelah sini :)

Sampai ketemu di portfolio selanjutnya! ^^